Peranan Bahasa Indonesia dalam Konsep Ilmiah



Karya tulis ilmiah atau akademik menuntut kecermatan dalam penalaran dan bahasa. Dalam hal bahasa, karya tulis semacam itu (termasuk laporan penelitian) harus memenuhi ragam bahasa standard (formal) atau terpelajar dan bukan bahasa informal atau pergaulan. Sugono (1997) membagi ragam bahasa atas dasar media/sarana, penutur, dan pokok persoalan. Atas dasar media, ragam bahasa terdiri atas ragam bahasa lisan dan tulis. Atas dasar penuturnya, terdapat beberapa ragam yaitu dialek, terpelajar, resmi dan takresmi. Dari segi pokok persoalan, adaberbagai ragamantaraa lain ilmu, hokum, niaga, jurnalistik, dansastra.

Ragam bahasa karya tulis ilmiah/ akademik hendaknya mengikuti ragham bahasa yang penuturnya adalah terpelajar dalam bidang tertentu. Ragam bahasa ini mengikuti kaidah bahasa baku untuk menghindari ketaksaan atau ambiguitas makna karena karya tulis ilmiah tidak terikat oleh waktu. Dengam demikian, ragam bahasa karya tulis ilmiah sedapat-dapatnya tidak mengandung bahasa yang sifatnya kontekstual seperti ragam bahasa jurnalistik. Tujuannya adalah agar karya tersebut tetap dapat dipahami olehpembaca yang tidak dalam situasi atau konteks saat karya tersebut diterbitkan.

Masalah ilmiah biasanya menyangkut hal yang sifatnya abstrak atau konseptual yang sulit dicari alat peraga atau analoginya dengan keadaan nyata. Untuk mengungkapkan hal semacam itu, dibutuhkan struktubahasa dan kosakata yang canggih. Ciri-ciri bahasa keilmuan adalah kemampuannya untuk membedakan gagasan dan pengertianyang memang berbeda dan struturnya yang baku dan cermat. Dengan karakteristik ini, suatu gagasan dapat terungkap dengan cermat tanpa kesalahan makna bagi penerimanya. Suharsono (2001) menyebutkan beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam karya tulis ilmiah berupa penelitian yaitu:

  • Bermakna isinya
  • Jelas uraiannya
  • Berkesatuan yang bulat
  • Singkat dan padat
  • Memenuhi kaidah kebahasaan
  • Memenuhi kaidah penulisan dan format karya ilmiah
  • Komunikatif secara ilmiah

Aspek komunikatif (keefektifan) hendaknya dicapai pada tingkat kecanggihan yang diharapkan dalam komunikasi ilmiah. Oleh karena itu, karya ilmiah tidak selayaknya membatasi diri untuk menggunakan bahasa (struktur kalimat dan istilah) popular khususnya untuk komunikasi antarilmuwan. Karena makna simbol bahasa harus artikan atas dasar kaidah baku, karya ilmiah tidak harus mengikuti apa yang nyatanya digunakan atau popular dengan mengorbankan makna yang seharusnya. Bahasa ilmuan tidak selayaknya mengikuti kesalahkaprahan.

Pemenuhan kaidah kebahasaan merupakan ciri utama dari bahasa keilmuan. Oleh karena itu, aspek kebahasaan dalam karya ilmiah sebenarnya adalah memanfaatkan kaidah kebahasaan untuk mengungkapkan gagasan secara cermat. Kaidah ini menyangkut struktur kalimat, diksi, perangkat peristilahan, ejaan, dan tanda baca.

Dalam menciptakan istilah baru masyaraklat yang diacu hendaknya adalah masyarakat professional, ilmiah, atau akademik yang mempunyai kebersediaan (willingness) dan ketekunan (diligence) untuk belajar bukan orang awam dalam pergaulan umum atau pasar. Itulah sebabnya badan penyusun standard di Amerika, Financial Accounting Standards Board(FSAB), tidak takut menciptakan istilah baru karena mereka menetapkan standard keilmiahan atau profesionalisma minimal masyarakat yang dituju.

Kaidah kebahasaan Indonesia di perguruan tinggi menjadi masalah karena kenyataan bahwa sebagian besar buku pengetahuan dan teknologi berbahasa inggris sedangkan proses belajar menggunakan bahasa Indonesia. Lebih dari itu, peran dosen dalm memahamkan pengetahuan masih sangat dominant, sehingga dosen sangat diharapkan mampu berbahasa inggris. Jadi, dasen harus mampu menyerap pengetahuan dalam bahasa inggris dan menyampaikannya dalam bahasa Indonesia. Fungsi semacam ini akan melibatkan penerjemah dan pembentukan istilah oleh dosen. Masalah yang paling pelik adalah pembentukkan istilah. Sayangnya, para dosen tidak berusaha sama sekali untuk mengembangkan istilah baru karena mengira bahasa Indonesia tidak cukup kaya dan mampu alih-alih mengapresiasi dan mempelajari penjabaran istilah, mereka lebih suka menggerutu atau malah mengolok-olok pengenalan istilah baru. Akibatnya, istilah baru tidak dibahas di kelas tetapi disembunyikan dalam membahas istilah di kelas, dosen tidak harus selalu setuju tetapi harus mengajukan alasan atau penalarannya. Tugas dosen adalam menyampaikan gagasan dengan baik bukan memaksakannya. Tidak mengenalkan dan membahas istilah baru sama saja memasangi kacamata kuda kepada mahasiswa.

Oleh karena itu, dosen perlu memahami kaidah yang berkaitan dengan pembentukan istilah. Pedoman Umum Pembentukan Istilah (PUPI) yang di keluarkan oleh Pusat Pembinaan Bahasamerupakan sumber yang cukup baik sebagai pedoman. Walaupun tidak berkaitan dengan pembentukan istilah, tanda baca juga merupakan bagian penting dalam pemaparan karya ilmiah. Pedoman penggunaan tanda baca dimuat secara lengkap dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).



Tidak ada komentar:

Posting Komentar